ESTETIKA PANCASILA : Membangun keindahan keber-Agamaan di tengah kebe-Ragaman

Dr. Lalu Maksum Ahmad, S. Ag., M.Pd.I * (Pegiat Seni Budaya UIN Mataram & Founder Pesantren Seni Ma’shum Institute)

“Prinsip Ketuhanan, Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya”

Demikian potongan pidato asli Soekarno 1 Juni 1945 yang menjadi momentum lahirnya Pancasila. Pidato ini seakan mengkonpermasi kedalaman substansi, retorika sekaligus estetika bahasa sang proklamator, dimana Pancasila mensinergikan logic (akal sehat) tentang pentingnya “nilai” sebagai pandangan hidup bersama, ethic (etika) tentang pentingnya kebaikan sebagai penetrasi dalam hidup berbeda dan aesthetic (keindahan) tentang pentingnya rasa aman dan nyaman walau di tengah kompleksitas keragaman berbangsa.


Agamis dan Pancasilais

Agama bersumber dari kitab suci, berperan sebagai panduan keyakinan yang mengatur pemeluknya, sementara Pancasila bersumber dari realitas perjalanan berbangsa yang mengandung prinsip-prinsip kehidupan bernegara, keduanya diakui dalam konstitusional indonesia. Pengakuan terhadap keduanya memiliki dasar yang sangat kuat, dimana Pancasila adalah kristalisasi nilai-nilai luhur keagamaan, tidak hanya pada sila pertama ketuhanan yang maha esa, namun nilai religiusitas tercermin dalam nilai kemanusiaa, nilai persatuan, nilai permusyawaratan dan nilai keadilan, jika disederhanakan bahwa kelima sila pancasila tersebut sangat “agamis” maka sikap yang mempertentangkan  keduanya justru akan mencederai  nilai-nilai luhur keduanya. Menjadi Pancasilais di satu sisi sekaligus menjadi agamis disisi lain. Meminjam pendapat Prof. Dr. Nurcholis Majid, “Pancasila sebagai landasan dan falsafah bangsa Indonesia dapat diterima oleh ummat beragama di Indonesia. Oleh karenanya Pancasila disetujui oleh semua ajaran agama, serta fungsinya sebagai titik kesepakatan antar kelompok untuk mencapai persatuan politik Bersama”. Pancasila tidak bisa diinternalisasikan dengan formalistik ritual belaka, apalagi merasa paling Pancasilais hanya karna sudah hapal lima sila lalu dilapalkan setiap upacara bendera.  Kelima sila Pancasila adalah satu kesatuan utuh bulat yang saling terintegrasi  antara satu sila dengan yang lain, kekuatan yang bersemayam pada diri manusia Indonesia berupa keyakinan, kemanusiaan, persatuan, permupakatan, yang ditopang nilai-nilai keadilan, membentuk pandangan hidup individu manusia indonesia beradaptasi dengan pandangan hidup individu manusia Indonesia lainnya, kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bernegara. Hubungan antara kehidupan kelompok yang satu dengan kelompok manusia Indonesia lainnya melahirkan suatu pandangan hidup bersama. Karena Keberagaman budaya Indonesia menjadi ciri yang telah melatarbelakangi terbentuknya negara kesatuan republik Indonesia. Enam agama besar yang tumbuh subur :  Islam, Hindu, Budha, Katolik, Protestan,  Konghucu ditambah aliran kepercayaan serta adat istiadat yang berbeda-beda antara satu pulau dengan pulau yang lain, telah menjelma menjadi peradaban luhur bangsa. Tugas berikutnya menjadikan Keberagamaan tersebut menjadi energi untuk membangun semangat solidaritas sekaligus soliditas yakni menumbuhkan rasa kesetiakawanan yang memancarkan kemilau indah sinar sakti ideologi Pancasila.

Estetika Ketuhanan

Pengakuan tersurat dan tersirat akan keberadaan Tuhan sebagai sumber segala kehidupan dan kebijaksanaan adalah inti nilai dari sila pertama pancasila dengan redaksi yang tidak mengikat pada suatu agama tertentu menunjukkan akan kebesaran hati para pendiri bangsa dalam menangkap realita keber-agamaan, yang dengannya kita belajar memupuk toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman keyakinan sesama anak bangsa. Oleh karenanya, ketaatan pada agama masing-masing merupakan kewajiban asasi dan penghormatan terhadapnya adalah hak individu yang harus dihormati. Dengan sila ini manusia Indonesia diharapkan mampu melampaui batas-batas perbedaan agama sekaligus memupuk semangat untuk saling menularkan kebaikan, kedamaian, dan kasih sayang, dalam praktiknya, saling berterima, bahwa  setiap agama memiliki kontribusi untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan harmonis. Manusia berberpancasila seyognyanya melahirkan manusia Indonesia  yang menjalankan agamanya dengan benar dan konsisten menjadi manusia Pancasila sekaligus menjadi insan beragama.

Estetika kemanusiaan

Manusia dihiasi dengan nilai-nilai, nilai yang paling kuat mewarnai manusia adalah agama. Agama berasal dari bahasa sansekerta, “A” berarti tidak, dan “Gama” berarti kacau. Jadi agama berarti tidak kacau, manusia yang beragama adalah manusia terhindar dari fikran dan perbuatan yang kacau sekaligus yang mengacaukan sasamanya. Sila kedua pancasila menyandingkan akan pentingnya manusia adil dan beradab, perilaku adil adalah perilaku orang beradab, adab tidak bisa dilimitasi dengan hanya etika, dan sopan santun belaka, sikap keadilan adalah sikap yang menjamin lahirnya peradaban maju, peradaban yang menjunjung tinggi kemanusiaan, menghormati perbedaan sebagai fitrah hadiah Tuhan. Membangun kemanusiaan tentunya dengan membangun manusianya , meminjam pendapat Prof. Yudi Latif (seorang yang otoritatif perihal Pancasila/mantan ketua BPIP Badan Pembinaan ideologi Pancasila) mengatakan “membangun manusia layaknya menanam sebuah pohon dengan akar yang dalam dan kokoh, batang menjulang tinggi, serta buah yang ranum. Akar yang kokoh ibarat karakter kuat, Karakter, adalah nilai yang tercetak di dalam diri manusia.Penting untuk memiliki karakter Pancasila dalam diri setiap individu, namun nilai-nilai Pancasila yang ada saat ini masih gagal menjadi karakter karena belum tercetak dalam diri manusia” Pancasila merupakan dasar moral kemanusiaan yang sempurna, pancasila berisi dasar kehidupan yang damai. Jika salah satu hilang, maka hilang juga moral kemanusiaan kita. Kang Yudi (sapaan Akrab) Prof,Yudi Latif, mengajak kita untuk membumikan Pancasila sebagaimana membuminya Al-Qur’an bagi seorang muslim  dan kitab-kitab suci lainnya bagi pemeluknya dengan mengejawantahkan dalam kehidupan Bersama. Sila kedua seakan ingin menyatakan kepada bangsa Indonesia bahwa manusia Indonesia yang indah adalah manusia yang menjunjung nilai-nilai keragaman demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.

Estetika Persatuan

Persatuan bukanlah sesuatu yang given (datang sendiri) persatuan adalah sesuatu yang amat sulit dilakukan, teruatama bila dihadapkan dengan banyaknya perbedaan teruatama perbedaan keyakinan, salah satu yang bisa dilakukan adalah menjadikan persatuan sebagai kebutuhan bagi semua pihak untuk menghasilkan kemaslahatan besar yang berguna untuk kepentingan bersama. Sila ketiga Pancasila menekankan pada persatuan dan kesatuan yang mana sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah seharusnya menempatkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan adalah bersatunya berbagai corak dan beraneka ragam menjadi satu kebulatan. persatuan Indonesia mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. persatuan bangsa senantiasa harus berujung kepada tercapainya kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat, konsepsi Bung Karno yang dinamakan kebangsaan Indonesia atau nasionalisme. Awal perumusan sila ketiga ini ditujukan sebagai pengimbang paham internasionalisme yang tidak sepenuhnya relevan dengan akar budaya nusantara. Salahsatu yang dapat membangun roh nasionalisme yakni menciptakan kerukunan dalam keberagaman melalui tolong menolong terhadap sesama dan gotong royong untuk membangun kekuatan dari indahnya buah persatuan Indonesia

Estetika Permusyawaratan

Semua manusia mempunyai hak, kewajiban dan kedudukan yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan.  Sila ke empat merupakan pedoman dasar dalam kehidupan rakyat Indonesia. Dimana Indonesia tidak didirikan hanya untuk satu golongan termasuk tidak untuk satu keyakinan tertentu, tetapi untuk semua yang bertanah air Indonesia. Negara mutlak mengutamakan prinsip permusyawaratan yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial. Bangsa Indonesia wajib menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai dari hasil musyawarah. Segala keputusan dilakukan dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab. Bangsa Indonesia tidak mengenal sistem diktator mayoritas dan tirani minoritas. Pada titik ini kejernihan suara Bersama sangat dibutuhkan, tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain telebih dengan dalih keyakinan mayoritas berdasarkan agama. Dengan iktikad baik dan penuh rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan, serta nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan hidup bersama di bumi nusantara

Estetika Keadilan

Pentingnya memperhatikan kesejahteraan bersama dan mengatasi kesenjangan sosial. Adalah inti dari sila kelima Pancasila, Dalam konteks beragama hal ini mengingatkan kita bahwa ajaran agama sejatinya mengajarkan simpati dan empati, tak ada satu agamapun yang mentoleransi kezholiman dan membiarkan ketidakadilan. Berpancasila dalam beberagamaan adalah memperaktikkan ajaran agama salah satunya ajaran keadilan dan kepekaan sosial tanpa melihat latar belakang agama, untuk menolong sesama tidak perlu bertanya akan keyakinannya, termasuk tidak perlu menanyakan agama Ketika seseorang ingin berperan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Inilah salah satu keindahan berintraksi sesuai ajaran agama dan relevan dengan nilai Pancasila. Adil adalah bagian sangat penting dari ajaran agama, dalam tek’s suci al-qur’an dikatakan “berbuat adillah karna adil jalan dekat menuju taqwa” I’diluu hua aqrubu littaqwa”

Synergi Logic, Etics & Aesthetic Pancasila

Synergi Logic, Athic & Aesthetic (Kebenaran yang benar harus baik, kebaikan yang baik harus mengandung unsur keindahan) demikan pernyataan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) dalam satu kesempatan majlis Maiyahnya, jika ditarik pernyataan ini dalam konteks ideologi Pancasila maka kebenaran filosofis Pancasila, jika tidak dikomunikasikan dengan baik maka akan sulit melahirkan keindahan hidup bersama. Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai agama dan keyakinan yang tersebar di seluruh pulau. Keragaman yang tidak dikelola dengan baik acapkali menimbulkan berbagai macam benih konflik. Jika internalisasi nilai-nilai Pancasila berhenti pada teori, formalisme, mata Pelajaran, perkuliahan, pelatihan, penataran serta hanya dibaca pada setiap upacara bendera tanpa menghidupkan nilai-nilainya di tengah Masyarakat dengan ketauladanan para pemimpin, tokoh dan cerdik pandai maka Pancasila akan dikenang sebagai tulisan dan simbol belaka, perilaku athes (tanpa tuhan), Intoleransi, extrimisme hingga masih munculnya terorisme, memudarnya rasa kemanusiaan, maraknya  korupsi, kriminalitas, ancaman disintegrasi bangsa, gagalnya demokrasi, serta kesenjangan sosial yang menganga, adalah bukti dari belum “ Living” (Hidup)nya  Pancasila. Nilai-nilai Pancasila harus bersanding dan dapat mengokohkan nilai-nilai agama, diharapakan dengan sinergisitas tersebut dapat menciptakan kesadaran yang orisinil akan pentingnya sikap menghormati, toleransi dan Kerjasama antara pemeluk agama yang melahirkan kebanggaan ber-Indonesia. Beberapa analis barat mengilustrasikan Pancasila “like a bridge” (bak sebuah jembatan penghubung) Agama yang terbangun dalam ruang private (pribadi) dapat berorkestrasi dengan pancasila sebagai dasar negara yang menjadi kesepakatan dalam ruang public. Berpancasila hakikatnya beragama yang benar adalah menghayati nilai-nilai Pancasila sebagai dasar bagi sikap, tindakan, dan hubungan keberagamaan. memahami hakekat berpancasila dalam beragama adalah langkah penting untuk menjaga harmoni dan kedamaian dalam masyarakat yang beragam, estetika Pancasila akan tercermin bilamana ia dapat menegakkan ajaran agama, meminjam sebuah ungkapan sasak “Ugame bteken, btakaq, lan betatah Pancasila (Agama dikokohkan, diwadahi dan dihiasi oleh nilai-nilai Pancasila). Selamat hari lahir Pancasila.