Mataran – Persiapan Bali Interfaith Movement (BIM) semakin matang dengan diadakannya seminar nasional oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram bertema “Merawat Bumi, Merajut Harmoni: Semangat Deklarasi Istiqlal Menuju Bali Interfaith Movement.” Acara ini berlangsung di Auditorium Kampus II UIN Mataram, Kota Mataram, NTB, pada Senin (9/12).
Seminar ini terselenggara melalui kolaborasi antara UIN Mataram, Jaringan GUSDURian, dan Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Mataram. Dalam acara ini, Rektor UIN Mataram Prof. Dr. H. Masnun, M,Ag memberikan keynote speech dan sejumlah narasumber turut hadir, yaitu Rektor IAHN Gde Pudja Mataram Prof. I Wayan Wirate, Pembina RMB UIN Mataram Prof. Suprapto, Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr. Fahruddin Faiz, serta Pengasuh Pesantren Budaya Daar Al-Mudhaffar Paox Iben Mudhaffar. Seminar dipandu oleh Dosen UIN Mataram, Dr. Erma Suriani, sebagai moderator.
Prof. Dr. H. Masnun, M.Ag dalam pidatonya menyatakan bahwa tema yang diangkat berfokus pada membangun harmoni antara manusia dan alam, terinspirasi dari Deklarasi Istiqlal. Ia juga menekankan bahwa seminar ini merupakan bagian dari rangkaian menuju pelaksanaan Bali Interfaith Movement yang dijadwalkan akhir pekan ini.
Baca Juga : Rumah Moderasi Beragama UIN Mataram Gagas The 1 st AICRM 2024 di Kancah Internasional
Dalam sesi diskusi, Prof. Dr. I Wayan Wirate menekankan pentingnya memahami ajaran agama dengan mendalam untuk menciptakan kedamaian. “Konflik sering kali muncul karena pemahaman agama yang belum sempurna. Kita perlu memiliki komitmen untuk memahami doktrin agama agar dapat mewujudkan sikap rendah hati,” ungkapnya.
Senada dengan tema seminar tersebut, Dr. Fahruddin Faiz menyoroti egoisme sebagai akar masalah ketidakharmonisan. “Saat ini banyak yang memandang negara sebagai beban dan agama sebagai sumber masalah. Sikap egois menjadi tantangan utama,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. Suprapto menyerukan penyelesaian konflik global melalui peran agama. “Hentikan dehumanisasi dan kerusakan lingkungan! Pemuka agama harus menjadikan konservasi lingkungan sebagai isu utama,” tegasnya.
Paox Iben Mudhaffar menutup sesi dengan pernyataan tentang bahaya keserakahan. “Bumi ini cukup untuk kebutuhan semua manusia, tetapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan satu orang,” ujarnya.
Seminar ini diawali dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan ditutup dengan doa. Ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, dosen, dan elemen lintas agama, menghadiri acara ini dengan antusias. Harapannya, diskusi ini dapat memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan harmoni antara manusia dan alam, sekaligus menjadi pijakan awal menyambut Bali Interfaith Movement yang akan dilaksanakan pada 14-15 Desember 2024.